Thread Yati Waluh Kukus di Twitter dan Penjelasan Lengkap
Akhir-akhir ini Yati Waluh Kukus viral di Twitter. Hampir semua pengguna yang sering buka Twitter merasa geram dengan kelakuan si Yati ini. Karena penasaran, banyak orang yang ingin tahu siapa Yati dan apa arti Waluh Kukus.
Sebenarnya kalau dirunut ke belakang, viralnya Yati Waluh Kukus ini dimulai tahun 2021, tepatnya bulan Juli. Namun karena thread tersebut mengundang emosi, sampai hari ini Yati Waluh Kukus masih sering dibahas.
Tak terkecuali admin yang terkadang teringat kelakuan Yati saat ada foto atau video tentang Waluh Kukus. Karena memang, si Yati ini begitu nggak punya akhlak, meskipun saat itu dia masih kelas 6 SD.
Di artikel ini Ngelirik.com akan merangkum thread Yati Waluh Kukus yang viral di Twitter dan penjelasan lain agar kalian paham dan tahu betapa akhlakless-nya kelakukan si Yati.
Thread Yati Waluh Kukus di Twitter
Thread ini dibuat oleh akun @ainayed di Twitter. Singkatnya, ia bercerita kalau dulu keluarganya masih miskin. Ibu si Aina ini kerja sebagai buruh, sementara bapaknya minggat. Jadi, cuma si ibu yang kerja cari uang.
Upah atau bayarannya bermacam-macam, tergantung jenis pekerjaan. Seringnya dibayar uang, namun tak jarang diberi bahan makanan.
Berikut cuitan atau thread Yati Waluh Kukus di Twitter yang viral:
Link twit asli: https://twitter.com/ainayed/status/1416442677143343105
Suatu hari, ibuku bantuin orang panen Waluh (labu kuning). Sebagai upah, ibuku dikasih 2 Waluh, satunya kecil, satunya besar, dulu aku nggak kuat angkatnya.
Tapi, pas dikasih Waluh-nya itu masih berwarna hijau (mentah). Jadi sama ibu dibiarkan aja nggak diapa-apain sampai warnanya berubah oren (matang).
Terus aku ingat ibuku ngomong, "Alhamdulillah punya Waluh, bisa buat nyumbang takjil orang tadarus. Sedih, nggak pernah ngasih apa-apa untuk orang ngaji."
Iya, itu saking (kamu) nggak punya apa-apanya. Nyimpan Waluh itu sekitar 2 bulanan demi bisa ngasih camilan anak-anak tadarus di langgar (mushola).
Waluh-nya diapain? Dikukus. Kalau dibuat kolak uangnya nggak ada karena harus beli kelapa dan gula.
Dulu aku selalu semangat tadarus, nggak pernah absen. Selain karena suka ngaji pakai microphone, aku juga terkadang cari jajan dari sumbangan warga di sekitar langgar. Sehingga, aku tahu makanan sering dikasih orang ke langgar.
Pas hari itu Waluh kukus ibuku ditaruh, ibuku pesan gini:
"Wadahnya (baskom) nanti dibawa pulang ya, ringan kok (pasti) nggak ada isinya (karena dimakan anak-anak."
Ibuku senang, bangga, percaya diri Waluh-nya bakal habis dimakan anak-anak. Karena... siapa yang nggak doyan Waluh Kukus? Enak, manis, empuk!
Tapi pas tadarus itu ternyata hanya beberapa orang yang makan, padahal Waluh-nya satu ember penuh. FYI (For Your Information), anak-anak yang tadarus ramai ada belasan (yang serius mau ngaji dan yang cuma main-main doang).
Terus ada anak namanya Mbak Yati, dia yang paling besar, kelas 6, lihat-lihat takjil.
Pas sampai di ember Waluh Kukus ibuku, dia nyuma nyeker-nyeker pakai ujung jari kayak orang jijik. Sambil ngomong:
"Hiii panganan opo iki? Mosok koyok taek ngene dikekno uwong?"
(Hiii, makanan apaan nih? Masa bentuk kayak tai gini dikasih ke orang?)
Aku gimana dengar orang bilang gitu?
Otomatis marah lah! Jadi saat itu juga kubentak Mbak Yati, "Kalo nggak suka ya nggak usah dimakan!"
Apa kata Mbak Yati? Begini, "Loh, kok ngamuk? Aku kan cuma bilang. Hiii ngamukan. Hiii dadi arek ngamukan." (Jadi orang kok ngamukan)
Terus dia hasut anak-anak di situ buat ikut ngatain aku pemarah dan ngetawain aku ramai-ramai.
Waluh-nya gimana? Hampir utuh seember sampai pulang tadarus jam 9-an malam. Akhirnya kubawa pulang lagi.
Tapi aku terus teringat ucapan ibu. Dia rela nggak masak Waluh itu sampai 2 bulan demi bisa nyumbang untuk tadarus. Teringat juga ibuku yang pede Waluh-nya bakal habis.
Jadi, aku makan Waluh Kukus itu sendirian di samping langgar (mushola), di teras rumah orang. Aku makan terus sebanyak-banyaknya. Perut penuh gak peduli, pokoknya harus kumakan kalau bisa sampai habis.
Saat itu aku masih kelas 4 SD. Badanku kecil kurus sering dibilang cacingan. Bayangin aja kapasitas perutnya. Terus setelah beberapa suapan, aku terasa capek ngunyah, perutku rasanya kayak mau meledak!
Rute dari langgar (mushola) ke rumahku itu gelap, nggak ada penerangan. Karena takut hantu, aku lari sambil bawa ember yang isinya sisa Waluh Kukus. Tapi sial, aku kesandung di sebelah peceren yang banyak pohon pisang.
Waluh sisanya berserakan jatuh ke tanah. Jadi aku meraba-raba di sekitaran dan ku lempar Waluh yang jatuh ke peceren untuk menghilangkan jejak. Sambil nangis tentunya!
Sambil nangis itu terus muntah-muntah. Muntahin Waluh Kukus yang kupaksa masuk perut tadi.
Pas sampai rumah, aku jujur sama ibu kalau aku habis kesandung dan jatuh. Soalnya badanku kotor, celanaku habis kena tanah, embernya juga kotor banyak tanah jadi nggak bisa bohong.
Ibuku percaya, soalnya aku emang kecil kerempeng gampang jatuh, gampang oleng, gampang nggelundung.
Baca juga: Arti FWB Dalam Bahasa Gaul
Ibuku nanya dengan wajah sumringah, "Siapa aja yang makan Waluh-nya kok sampai habis?"
Kusebut satu-satu nama anak yang tadi ada di mushola. Terus ibuku ngucap Alhamdulillah berkali-kali karena makanan yang beliau buat beneran habis dimakan, nggak mubazir.
Sejak saat itu aku nggak pernah makan Waluh Kukus lagi.
Arti Yati dan Waluh Kukus
Adapun arti Waluh Kukus adalah buah Labu yang dimasak dengan cara dikukus. Kalau nggak tahu apa itu Labu, buahnya mirip seperti ubi tapi ukurannya lebih besar dan bulat. Selain dikukus, Labu juga biasa dibikin kolak.
Intinya dari thread Twitter Waluh Kukus tersebut, si Yati merasa jijik melihat tampilan hidangan untuk orang ngaji yang tidak layak (padahal Waluh Kukus enak).
Lantas, kenapa Yati Waluh Kukus viral?
Alasannya tak lain karena Yati nggak menghargai pemberian orang. Padahal ibu dari Mbak Aina sudah susah payah memeram dan memasak Waluh untuk diberikan ke orang tadarus.
Selain itu, dia juga provokator mengajak teman-teman yang sedang tadarus mengejek @ainayed yang marah karena merasa terhina.
Kalian jangan seperti Mbak Yati, ya. Setiap ada yang ngasih makanan atau barang, sebaiknya dihargai meskipun murah atau terlihat tidak enak.
Akhir Kata
Sampai hari ini Yati Waluh Kukus masih viral di Twitter, bahkan sudah masuk ke media sosial lain seperti Instagram dan TikTok.
Jadi itulah penjelasan dan thread Yati Waluh Kukus yang viral. Semoga artikel ini bisa menjawab rasa penasaran kamu. Kalau mau mencicipi Waluh Kukus, beli saja buah Labu di pasar, murah kok. Nanti tinggal kukus deh.
Posting Komentar